SINTANG, RS – Ikatan Mahasiswa Muhamamadiyah (IMM) dan para pelaku usaha di Kabupaten Sintang mendatangi DPRD Sintang, Senin 3 Mei 2021.
Kedatangan mereka untuk beraudiensi sekaligus menyerahkan petisi tentang penolakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dinilai tidak pro Usaha Kecil Mikro Menengah.
Rombongan IMM dan pelaku usaha diterima langsung oleh Wakil Ketua II DPRD Sintang, Heri Jambri.
Kabid Hikmah PC IMM Kapuas Raya, Aldo Topan Rivaldi mengatakan, dalam audiensi pihaknya menyampaikan aspirasi UMKM yang terdampak PPKM. Selain itu juga menyampaikan petisi penolakan terhadap PPKM yang dirasakan tidak pro UMKM.
Karena menurutnya, penerapan PPKM tidak tepat dan tidak kontekstual dengan kasus corona di Kabupaten Sintang. Karena, Bupati Sintang menyampaikan bahwa banyak kasus corona justru berasal dari pelaku perjalanan dari luar seperti Pontianak, Singkawang maupun Jakarta.
“Sedangkan yang dilakukan Satgas, terkesan mengubek-ubek di dalam kota. Seharusnya, pencegahan dilakukan di batas kota. Makanya kita ingin PPKM tepat sasaran, kontekstual dan programnya terukur,” tegasnya.
“Kalau hanya nguber-nguber di warung kopi, saya rasa ndak efektif. Lebih bagus tracing per RT atau per desa. Apalagi dengan anggaran penanganan corona yang sangat besar, saya rasa tindakan itu bisa dilakukan,” ucapnya.
Dikatakan Topan, jika ada dialog dengan Satgas, pihaknya akan menyampaikan beberapa saran untuk perbaikan. Mengingat sejauh ini, akademisi ormas OKP bahkan masyarakat secara umum tidak pernah dilibatkan terkait bagaimana pencegahan corona kedepan.
“Padahal, pencegahan corona tugas kita bersama, bukan hanya beban pemerintah. Jika banyak pihak dilibatkan dalam menyelesaikan masalah corona ini. Saya yakin kita akan dapat solusi dan corona cepat selesai,” katanya
Wakil Ketua II DPRD Sintang, Heri Jambri mengatakan, berdasarkan audiensi mahasiswa dan pelaku usaha, dirinya memberikan beberapa catatan. Pertama terkait razia prokes. Mengapa hanya di malam hari dan sasarannya warung kopi atau kafe.
“Kenapa dari pagi hingga sore tidak ada razia untuk pelaku usaha lainnya? Kedua, berkaitan dengan jam operasional. Selanjutnya soal arogansi saat razia dan terkesan tidak persuasif. Seakan-akan mereka menjalankan usaha yang melanggar hukum,” katanya.
“Belum lagi jumlah personil yang razia lebih banyak. Sementara ada warung kopi yang dirazia pengunjungnya jauh lebih sedikit. Justru mereka lah yang menimbulkan kerumunan. Apakah personil yang melakukan razia bebas corona? Juga jadi pertanyaan saat audiensi,” ujar Heri.
Selain itu, kata Heri, mereka juga mempertanyakan dana penanganan corona yang dinilai tidak transparan. Padahal anggarannya sangat besar. Merespon soal pertanyaan itu, Heri mengungkapkan bahwa untuk penanganan corona di setiap desa juga ada anggarannya.
“APDBDes dipotong 8 persen untuk penanganan corona. Gimana penanganan di desa-desa? kita juga ndak tahu,” jelas Heri. (*)