admin pada EKSEKUTIF
16 Jun 2021 11:46 - 2 menit reading

Pemerintah Mengizinkan PTM, Berikut Syarat-syaratnya

SINTANG, RS – Pemerintah berencana melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran baru mendatang. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang, Lindra Azmar menyambut baik wacana tersebut.

Namun, untuk melaksanakan belajar tatap muka terbatas di Kabupaten Sintang, pihaknya memerlukan dukungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, guru dan orang tua murid.

“Saat siswa akan masuk ke lingkungan sekolah, wajib diukur suhu tubuhnya, kalau suhu tubuh normal tetapi murid dalam keadaan batuk dan pilek, wajib di suruh pulang. Kantin, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan olahraga ditiadakan. Jadi sekolah hanya dalam ruangan dan hanya teori saja,” ujar Lindra, saat menghadiri rapat persiapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) untuk satuan pendidikan PAUD hingga SMP Se-Kabupaten Sintang di Balai Praja Kantor Bupati Sintang, Rabu 16 Juni 2021.

Nantinya, jarak antar kursi 1,5 meter, ruangan hanya diisi 50 persen siswa, hanya boleh menggunakan masker bedah, masker kain tidak boleh. Belajar menggunakan sistem shifting atau bergiliran. Sekolah menyiapkan sarana cuci tangan dan sabun. Toilet harus bersih dan layak. Belajar tatap muka juga wajib mendapat persetujuan dari komite sekolah.

“Tatap muka hanya untuk sekolah yang siap saja, yang belum siap, jangan dulu. Kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran,” terang Lindra Azmar.

Dikatakan Lindra, Pemerintah pusat ternyata juga melihat fakta selama tidak dilakukanya belajar tatap muka. Semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi, semakin besar dampak negatif yang terjadi pada anak seperti anak harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga di tengah pandemic dan tingginya resiko putus sekolah.

“Anak-anak PAUD juga kehilangan tumbuh kembang diusia emas, tidak tercapainya tujuan belajar, resiko terhadap kognitif maupun pembentukan karakter, menyebabkan anak stres dan terjadinya kekerasan di rumah tangga,” tukasnya. (*)